Aku mencintaimu seperti matahari yang tak kan pernah ingkar janji untuk datang menyambut pagi yang indah...........
Selasa, 31 Mei 2011
email dari papa 18 desember 2006
Aku mencintaimu seperti matahari yang tak kan pernah ingkar janji untuk datang menyambut pagi yang indah...........
Banyak Tidur atau Kurang Tidur Sama-sama Bikin Cepat Pikun
AN Uyung Pramudiarja - detikHealth
London, Sekali waktu tubuh perlu diberi waktu yang cukup untuk istirahat, artinya tidak lebih dan tidak kurang. Kurang tidur memberikan efek yang sama dengan kebanyakan tidur, yakni menyebabkan otak menderita pikun sekitar 4-7 tahun lebih awal.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Jane Ferrie, PhD dari University College London Medical School menunjukkan, otak lebih cepat mengalami kemunduran fungsi kognitif jika terlalu sering diistirahatkan. Efeknya sama saja dengan ketika jarang diistirahatkan.
Hasil pengamatan terhadap 5.431 partisipan dalam penelitian itu menunjukkan, tidur lebih lama dari 8 jam menyebabkan hasil tes kecerdasan turun dibandingkan kelompok kontrol yang tidur 6-8 jam. Nilai paling rendah teramati pada kemampuan berlogika, kosakata dan kognitif.
Hasil yang sama juga teramati pada partisipan yang tidur kurang dari 6 jam dalam sehari. Satu-satunya komponen kecerdasan yang tidak terpengaruh oleh lamanya waktu tidur hanya kemampuan mengingat jangka pendek, sedangkan komponen lainnya termasuk kemampuan berlogika juga menurun.
Menurut Dr Ferrie, penurunan fungsi kognitif yang terjadi pada partisipan yang tidur lebih singkat atau lebih lama juga dialami oleh partisipan yang tidur dengan durasi ideal yakni 6-8 jam. Hanya saja pada partisipan yang waktu tidurnya ideal, kemunduran tersebut baru terjadi 4-7 tahun kemudian.
Ketika dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, lamanya waktu tidur dalam sehari yang paling ideal bagi wanita adalah 7 jam dan yang terbaik kedua adalah 6 jam. Pada pria, tidur selama 6,7 atau 8 jam tidak menunjukkan perbedaan efek yang signifikan di otak.
"Dampak negatif dari kebanyakan tidur, terlalu sedikit atau tidur kurang berkualitas belakangan ini makin menjadi perhatian karena efeknya berhubungan dengan berbagai aspek kesehatan," ungkap Dr Ferrie seperti dikutip dari Medicalnewstoday, Senin (2/4/2011).
Mengapa Aku Menahan Amarahku Kepada Suamiku..
Lalu sang sahabat berkata….
Ketika kemarahan itu sudah sampai diubun- ubun, lalu aku masih menahannya dan mencoba tetap mendidik diriku untuk tetap mengingat betapa jasanya yang dalam himpitan kesusahan, lelah dan penat, dia berusaha mencukupi nafkah untuk aku dan keluargaku. Dan tidak jarang pula, akhirnya dia melupakan perawatan atas dirinya sendiri.
Aku seperti halnya kamu, adalah seorang wanita, yang memang diciptakan lebih lemah dari pada lelaki. Dan saat kelemahanku itu hadir dan mengusik mereka, seribu satu kemakluman mereka hadirkan untuk tetap mengerti kekurangan kita sebagai wanita.
Terkadang keegoisan kami sama- sama datang, namun akhirnya naluri mengalahnya atas perempuan manja yaitu aku pun muncul. Direngkuhnya aku dan terucaplah perkataan maaf itu. Dan, dari disanalah akhirnya perdamaian kami tercipta. Semakin mesra.
Tapi….
Tidak jarang pula, ketika rasa "keunggulannya" sebagai lelaki hadir dan membuatnya sedikit terbawa dalam ego, hal itu memang membuatku sedikit sakit hati, yah aku kan hanya manusia. Namun kesempatan itu tidak aku sia- siakan, aku tata batinku sedemikian rupa sehingga aku terlihat menyenangkannya dalam luasnya hatiku menerimanya. Aku yakin, Allah yang Maha melihat akan lebih ridho kepadaku saat itu.
Saat tiada teman berbagi, dialah yang menyediakan pundaknya yang kuat untukku menangis. Kekuatan pikiran dalam logisnya dia berpikir, yang jelas- jelas memang lebih kuat dari pada aku, akhirnya memberi ruang bagiku sejenak untuk merasa nyaman dan terlindungi. Sekuat- kuatnya wanita didunia ini, tapi sesuai dengan fitrahnya, wanita tetap dan pasti akan merasa butuh diayomi oleh laki- laki.
Rasanya tiada teman yang paling pantas aku akrabi selain suamiku. Dan memang sebagai manusia biasa, dia tidak akan lepas dari kekurangan, seperti halnya aku. Lalu setelah semua itu aku sadari, untuk alasan apalagi aku harus menuntutnya menjadi sempurna? Dan dalam keterbatasan serta kekurangannya sebagai manusia, masih pantaskah aku menuntutnya untuk harus selalu berlaku dan memberi lebih kepadaku?
Dan bukan berarti aku merendahkan diriku sendiri atasnya, namun.. dengan kalimatku ini, aku mencoba sadar diri, betapa aku mempunyai banyak kekurangan sebagai wanita. Dan dia tetap memilih aku, dan memutuskan untuk menghabiskan sisa waktu hidupnya denganku, membimbing, mengayomi, dan menafkahi aku. Lalu, berilah aku satu alasan, dari celah mana aku bisa tetap beralasan untuk tidak bisa menahan lidahku atas suamiku?
Dan menahan kemarahanku padanya, insyaAllah akan memberi gambaran jelas tentang diriku, istrinya, yang sebenar- benarnya. Jika aku selama ini belum dapat membuatnya bangga, mungkin saat inilah yang tepat bagiku mengukir kenangan yang dapat membanggakannya. Membuatnya bangga bahwa aku adalah istri yang dapat tetap mengertinya, bahkan dalam keadaan marah sekalipun. Setelah itu, aku yakin dia akan berkata pada hatinya, bahwa dia bersyukur telah meletakkan pilihan atas separoh hidupnya kepadaku.
Dan apakah kau tahu, bahwa suamiku adalah ladang amal yang InsyaAllah akan membawa ku kepada surga Allah yang abadi. Keridhoannya adalah kunci pembuka pintunya, dan mengalah sedikit bukan berarti menjadi budaknya, namun sikap sabar itu yang justru akan memuliakan kita dihadapannya.
Maka aku belajar untuk tidak merelakan hidup dan hatiku diatur oleh rasa. Rasa amarah, rasa benci, dan apapun yang justru akan membelokkan fokusku dari menghimpun pahala dari Sang maha kuasa. Maka dari itu pula, aku ingin mencintai suamiku karena Allah. Hanya karena Allah, jadi setiap kali aku marah kepadanya, aku akan kembali mengingat Allah dan mengingatnya hanya sebatas manusia yang penuh dengan kekurangan seperti halnya aku. Hal itu yang menjauhkanku dari penghakiman apapun atas suamiku. Setelah itu, betapa hanya keteduhan yang akhirnya memenuhi hatiku, dan hilanglah amarahku.
(Syahidah)